Cara Memilih Saham Untuk Investasi

Ade Harnusa Azril
12 min readSep 16, 2019

Tahun 2007 ketika berada di bangku kuliah adalah kali pertama saya mencoba untuk berinvestasi dalam bentuk saham. Salah satu kesulitan yang saya hadapi ketika mulai berinvestasi adalah, saya bingung memilih saham perusahaan apa yang harus saya beli. Ada ratusan perusahaan yang memperjualbelikan sahamnya di IHSG, tentunya tidak mungkin saya membeli semuanya. Ketidaktahuan ini membuat saya menjadi gampang terpengaruh oleh postingan-postingan di mailing list (waktu itu masih pakai Yahoo Groups, belum ada grup Telegram atau Stockbit) yang padahal belum tentu benar. Kombinasi dari ketidaktahuan di atas, mindset ingin cepat kaya, dan krisis Subprime Mortgage di tahun itu membuat saya kehilangan sekitar 60% dari uang yang saya tanamkan. Pengalaman pahit ini saya anggap sebagai pembelajaran dan kerugian tadi sebagai “uang sekolah”.

Fast forward beberapa tahun kemudian, setelah mencoba berbagai jenis investasi lain, saya memutuskan untuk kembali berinvestasi di pasar saham. Sekarang saya sudah memiliki sistem dan mindset yang lebih baik dari dulu ketika kuliah; tapi, ketika memulai lagi, saya kembali menemukan kesulitan yang sama dengan yang dulu saya hadapi, yaitu kebingungan memilih saham apa yang harus saya beli. Saya yakin masalah ini dihadapi oleh kebanyakan orang ketika pertama kali berinvestasi; oleh karena itu, di tulisan ini saya akan membagikan teknik memilih saham yang saya gunakan saat ini.

Disclaimer

Cara memilih saham pada artikel ini adalah apa yang cocok dengan tujuan investasi saya; dimana saya berinvestasi untuk jangka panjang (5–30 tahun) dengan target kenaikan nilai investasi sebesar ≥15% per tahun. Masing-masing orang memiliki preferensi dan tujuan investasi yang berbeda sehingga cara ini mungkin tidak cocok dengan kamu.

Perlu dicatat juga bahwa metode ini hanya dapat digunakan untuk perusahaan yang sudah beberapa tahun berada di bursa. Untuk perusahaan yang baru listing tidak dapat diproyeksikan future price-nya dengan cara ini.

Ketika kamu menemukan perusahaan yang dinilai bagus dengan metode ini juga tidak menjamin harganya akan terus naik, terutama dalam jangka waktu pendek, karena pembentukan harga tidak hanya dipengengaruhi fundamental perusahaan, namun juga kondisi makroekonomi, sentimen terhadap sektor, dan faktor-faktor lainnya.

Value Investing

Metode pemilihan saham yang saya gunakan adalah ajaran Joeliardi Sunendar (Pak Joe), investor senior Indonesia. Pak Joe sendiri mengikuti aliran value investing dari Warren Buffet & Charlie Munger.

Pada prinsipnya, ada tiga hal yang mesti diperhatikan dalam memilih saham:

  1. Pilih perusahaan dengan kinerja baik
  2. Beli di harga wajar
  3. Jadikan waktu sebagai teman

Tulisan ini akan lebih memfokuskan ke bagaimana cara memilih perusahaan dengan kinerja baik dan bagaimana mengetahui harga wajar suatu perusahaan. Untuk poin no. 3, setelah memilih membeli saham yang baik, kita perlu kesabaran untuk memberi waktu untuk investasi kita tumbuh. Oleh karena itu, mindset yang harus dimiliki adalah mindset jangka panjang (investasi untuk 5 tahun ke atas).

Tools

Saya menggunakan Stockbit sebagai sumber data (halaman Key Stats dan Fundachart) yang mana Fundachart adalah feature yang dibatasi hanya untuk pengguna Pro. Jika tidak menggunakan Stockbit, kamu bisa menggunakan RTI atau membaca laporan keuangan perusahaan. Saya memilih Stockbit karena saya hanya perlu mengakses 2 halaman untuk mendapatkan semua data yang saya butuhkan. Selain itu, dengan Stockbit, ratio seperti PER, EPS, tidak perlu saya hitung sendiri; sehingga saya bisa mengevaluasi suatu emiten dalam hitungan menit.

Saya juga menggunakan Google Sheet untuk mencatat dan menghitung proyeksi. Template yang saya gunakan bisa di-copy dari link ini (silahkan di-download atau make a copy).

Di artikel ini saya asumsikan kamu juga akan menggunakan tools yang sama, jadi saya akan tampilkan screenshot tampilan tools di atas untuk memberi lebih banyak gambaran mengenai apa yang akan kamu lihat. Tapi sebelumnya, mari kita pelajari indikator fundamental apa saja yang perlu kita evaluasi saat memilih saham.

Life goal waktu SD (sekarang juga sih)

Fundamental Indicators

Return on Equity (ROE)

ROE menggambarkan berapa persen dari modal yang ditanamkan akan kembali dalam waktu satu tahun. Misalnya, kamu menanamkan Rp 1 juta ke perusahaan dengan ROE 10%, dalam satu tahun kamu akan mendapatkan Rp 100 ribu kembali (10% dari 1 juta).

ROE juga bisa memberi gambaran return yang bisa kamu harapkan dalam satu tahun. Ini bisa digunakan untuk komparasi suatu saham dengan saham atau instrumen investasi lain. Misal, suatu perusahaan dengan ROE 5% tidak cukup menarik untuk saya karena deposito bank bisa menghasilkan return yang sama dengan resiko yang lebih rendah.

Saya pribadi mencari perusahaan dengan ROE di ≥15%, karena saya mengharapkan return ≥15% per tahun untuk investasi saham saya.

Cash From Operations (CFO)

CFO digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha perusahaan menghasilkan uang. CFO positif berarti aktivitas bisnis perusahaan (misalnya dari penjualan) menghasilkan lebih banyak uang dibanding pengeluaran operasional-nya; kebalikannya, jika CFO negatif, berarti perusahaan tidak mendapatkan uang dari aktivitas bisnisnya.

Price to Earning Ratio (PER)

PER adalah salah satu dari dua indikator yang paling sering digunakan untuk menilai apakah suatu saham undervalued atau overvalued.

PER didapat dengan membagi total market price dengan total pendapatan perusahaan (biasanya diambil dari total 12 bulan terakhir). Contohnya jika sebuah perusahaan memiliki PER 10, berarti seorang investor rela membayar Rp 1000 per saham untuk memiliki perusahaan dengan pendapatan per saham sebesar Rp 100 (10x dari Rp 100).

Sebenarnya tidak ada patokan yang pasti apakah suatu perusahaan itu undervalued atau overvalued berdasarkan PER-nya semata. Karena perusahaan yang memiliki track record bagus dan kerap memberi return yang baik seperti Bank BCA (BCA) akan memiliki PER yang lebih tinggi (premium) dibanding perusahaan lain di industri serupa karena ada lebih banyak investor yang mau masuk ke dalamnya dan membelinya di harga lebih tinggi.

Biasanya saya juga membandingkan PER antar perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama karena tiap sektor memiliki average industry PER yang berbeda-beda. Jadi misalnya, membandingkan bank syariah dengan bank syariah lain, bukan dengan perusahaan batubara.

Price to Book Value (PBV)

PBV adalah indikator kedua yang sering digunakan untuk menilai apakah suatu saham undervalued atau overvalued.

Book value sederhananya adalah nilai aset perusahaan. PBV didapat dengan membagi total market price (didapat dari harga per lembar saham x jumlah saham) dengan book value perusahaan. PBV <1 adalah salah satu indikator suatu perusahaan undervalued karena perusahaan dihargai lebih murah dari total aset yang dimilikinya.

Sama seperti PER, PBV juga perlu dibandingkan antar perushaan-perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama karena average PBV tiap industri berbeda-beda.

Debt to Equity Ratio (DER)

DER = total hutang/total modal. Jika DER >1 maka perusahaan memiliki pendanaan dari hutang yang lebih besar dibanding modal yang bersumber dari pemegang saham.

Saya biasanya memilih perusahaan yang memiliki hutang tidak terlalu besar dibanding dengan modal usahanya. Oleh karena itu biasanya saya memilih perusahaan dengan DER <1. Banyaknya hutang juga membuat perusahaan menjadi lebih rentan terhadap fluktuasi kurs apabila hutang diambil dalam mata uang Dollar.

Gross Margin

Gross margin menunjukkan berapa persen dari pendapatan yang merupakan keuntungan. Semakin besar gross margin semakin baik karena berarti perusahaan tersebut memiliki kekuatan untuk establish harganya sendiri, yang merupakan suatu indikasi bahwa produk perusahaan tersebut dibutuhkan pengguna atau memiliki economic moat (akan dibahas setelah ini). Gross margin yang besar juga berarti perusahaan memiliki ruang gerak untuk menghadapi ketidakpastian seperti kenaikan harga bahan baku produksi dan faktor-faktor lain.

Menurut Pak Joe, perusahaan yang baik adalah perusahaan dengan gross margin >40%. Namun untuk saya pribadi cukup oke dengan gross margin >30%.

Economic Moat

Economic moat, istilah yang dipopulerkan oleh Warren Buffet, adalah sebuah penanda untuk perusahaan yang memiliki competitive advantage dibanding kompetitor sehingga perusahaan tersebut bisa melindungi market share atau profit-nya dalam jangka waktu panjang. Sebuah perusahaan atau produk dengan economic moat sulit untuk digantikan oleh perusahaan atau produk lain yang serupa. Contoh:

  • Coca Cola, brand-nya kuat sehingga orang lebih memilih produk ini walaupun banyak produk lain dengan rasa yang sama. Ditambah jaringan distribusi-nya yang luas.
  • Jalan tol, karena di lokasi yang sama tidak mungkin ada lebih dari satu tol.
  • Apple, karena walaupun ada banyak produk saingan yang lebih besar value for money-nya namun orang tetap banyak memilih Apple karena cool factor atau sebagai simbol status.

Sebenarnya ini adalah satu hal dimana saya sedikit kesulitan dalam menemukan. Jadi selama ini, indikator economic moat saya jadikan nilai plus saja dalam mempertimbangkan sebuah saham.

Dividend

Dividen adalah keuntungan perusahaan yang dibagikan ke pemegang saham. Umumnya dilakukan setahun 1–2 kali. Sebagai contoh, tahun ini (2019) BBRI membagikan dividen sebesar Rp 131.14 per lembar saham. Jika kamu memegang saham BBRI pada tanggal perhitungan dividen (cum date), kamu akan mendapatkan tambahan uang sebesar Rp 131.14 per lembar saham yang kamu punya.

Tidak semua perusahaan membagikan dividen, namun bukan berarti saham yang tidak membagikan dividen itu perusahaan yang buruk. Perusahaan yang tidak membagikan dividen bisa jadi memilih untuk menyimpan keuntungan sebagai cadangan kas (untuk ekspansi di masa depan atau sebagai tameng di masa sulit) atau memilih untuk menginvestasikan kembali keuntungannya sebagai modal bisnis.

Saya pribadi senang dengan saham yang membagikan dividen dengan yield (persentase nilai dividen yang diberikan terhadap harga saham saat itu) cukup besar seperti BJTM (yield sekitar 7%) dan ADRO (yield sekitar 5%); namun saya juga tidak menghindari untuk berinvestasi di perusahaan yang saya nilai bagus tapi tidak membagikan dividen.

Check Company Trend

Setelah melakukan evaluasi pada parameter-parameter di atas, selanjutnya yang akan kita lakukan adalah mencari tahu apakah perusahaan masih tumbuh. Ini kita lakukan dengan memeriksa pertumbuhan dari tiga indikator:

  1. Apakah gross margin tumbuh?
  2. Apakah cash tumbuh?
  3. Apakah book value tumbuh?

Jika jawaban untuk ketiga pertanyaan di atas adalah ya, semakin besar kemungkinan saya untuk menjadikan saham tersebut pilihan

Untuk memeriksa ini saya menggunakan Fundachart dari Stockbit, namun sepengetahuan saya fitur ini terbatas untuk pengguna Pro. Bagi yang lain mungkin dapat menggunakan fitur serupa pada website RTI.

Calculate Future Value

Setelah kita mendapatkan saham yang menurut kita cukup baik, langkah selanjutnya adalah memproyeksikan berapa return yang bisa diberikan oleh saham tersebut di masa depan. Ini dilakukan dengan cara mengambil historical performance perusahaan 5 atau 10 tahun belakangan.

Sebelumnya sedikit penjelasan, harga saham sebuah perusahaan bisa dihitung dengan cara berikut:

Harga = EPS * PER

Satu indikator yang belum dijelaskan di sini adalah EPS (Earning per Share) yang menunjukkan berapa Rupiah keuntungan perusahaan yang didapat untuk tiap lembar saham. EPS didapat dengan cara membagi laba atau keuntungan perusahaan dengan jumlah lembar saham yang tersedia. Perusahaan yang kita cari adalah perusahaan yang nilai EPS-nya terus meningkat dari tahun ke tahun karena ini berarti perusahaan tersebut bisa menghasilkan keuntungan atau laba yang makin besar tiap tahunnya.

Jadi untuk menghitung harga saham di masa depan awalnya kita mesti mengestimasi berapakah EPS dan PER persuahaan tersebut di masa depan.

Untuk mengestimasi EPS dan PER di masa depan, kita akan merujuk ke performa perusahaan di masa lalu. Timeframe yang biasa saya ambil adalah 10 tahun, namun kadang saya menggunakan timeframe 5 tahun untuk perusahaan yang ada di bursa di bawah 10 tahun; untuk menghitung harga saham 5–10 tahun di masa depan.

Proyeksi EPS

Untuk proyeksi EPS di masa depan, kita perlu menghitung berapa persen per tahun perkembangan EPS perusahaan tersebut selama 10 tahun belakangan (timeframe). Step-nya adalah:

  1. Ambil data EPS saat ini (sudah ada dari step sebelumnya)
  2. Ambil data EPS 10 tahun lalu
  3. Kalkulasi growth rate di masa lalu dengan CAGR calculator atau dengan Google Sheet yang saya lampirkan sebelumnya.

Dari situ kita mendapatkan nilai Compound Annual Growth Rate (CAGR) yang merupakan persentase pertumbuhan EPS per tahunnya dimana kemudian kita bisa gunakan untuk memproyeksikan berapa EPS di masa depan dengan reverse CAGR calculator atau dengan Google Sheet yang saya lampirkan.

Jika kamu menggunakan reverse CAGR calculator, masukan EPS saat ini sebagai current value, CAGR yang didapat di step 3 sebagai CAGR, dan 5 atau 10 tahun sebagai no. of period (tergantung goal kamu). Dari situ akan didapatkan nilai EPS di masa yang akan datang.

Estimated PER

Untuk mengestimasi PER di masa depan, biasanya saya mengambil nilai PER terendah dalam 5 atau 10 tahun terakhir. Ini pada dasarnya adalah variabel seberapa optimis kamu menginginkan estimasi ini. Jika ingin lebih optimis bisa mengambil nilai historis PER lain yang lebih tinggi.

Future Price

Sesuai rumus di atas, future price dapat dikalkulasi dari proyeksi EPS x estimasi PER di masa depan yang kita sudah cari sebelumnya. Setelah mendapatkan future price kita bisa melakukan perhitungan untuk mencari tahu berapa persen potensial return yang bisa kita dapat di akhir periode.

Terakhir, kita bisa mencari berapa % kenaikan harga saham jika dibandingkan dengan harga saat ini dengan formula berikut.

Potential return (%) = (Harga masa depan - Harga saat ini) / Harga saat ini

Deciding Whether to Buy or Not

Setelah mendapatkan metrics perusahaan dan potensi return di masa depan, sekarang saatnya untuk menentukan apakah saham tersebut layak untuk kamu beli atau tidak.

Buat saya pribadi, jika indikator-indikator sebelumnya terlihat baik, chart masih terus naik, dan potential return masuk dalam target 15% per tahun, saya biasanya akan mempertimbangkan saham ini untuk masuk portfolio. Namun tidak selalu semua indikator atau chart menunjukan semua baik. Di sinilah tergantung judgement dari kamu apakah saham akan dikoleksi. Biasanya saya juga melihat trend ekonomi atau sektor yang ada ketika memutuskan untuk membeli sebuah saham.

Break dulu biar kepala ga panas. Photo credit: https://unsplash.com/photos/NodtnCsLdTE

Sekarang, mari kita coba melakukan evaluasi dengan Stockbit dan template Google Sheet ke salah satu saham yang ada di bursa.

Contoh Aplikasi: ICBP

ICBP adalah kode bursa untuk PT Indofood CBP Sukses Makmur. Perusahaan makanan kemasan yang produk-produknya tidak asing lagi buat kita seperti Indomie, Indomilk, dan Chitato. Asumsikan kita sedang mempertimbangkan apakah perusahaan ini layak untuk ditambah ke portfolio.

Step 1: Cek Fundamental

Fundamental bisa didapat dari halaman Key Stats di Stockbit.

Tampilan halaman Key Stats di Stockbit

Dari situ kita bisa mendapatkan angka-angka berikut:

  • ROE 21.3% -> di atas 15% seperti yang saya cari.
  • CFO 5,641 B -> cashflow positif.
  • PER 28.20 -> Tidak terlalu murah tapi menurut saya masih cukup wajar. Lebih rendah dari kompetitor seperti UNVR, MYOR; namun lebih tinggi dari ULTJ.
  • PBV 6.01 -> Lagi-lagi tidak terlalu murah. Lebih rendah dari UNVR; namun lebih tinggu dari MYOR, ULTJ.
  • EPS 416.69
  • DER 0.07 -> Utang sedikit.
  • Gross Margin 34.2% -> di atas 30%.

Untuk dividen dapat dicek dengan melakukan googling atau cek tab Corp. Action di Stockbit.

List dividen yang pernah dibagikan ICBP

Dari sini terlihat ICBP cukup rajin membagikan dividen tiap tahunnya. Namun karena yield-nya kecil, hanya sekitar 1%, ini tidak akan menjadi sebuah saham yang akan saya beli karena dividen-nya.

Untuk economic moat, kamu perlu menilainya sendiri apakah produk ICBP memiliki moat? Menurut saya untuk Indomie jawabannya adalah ya.

Step 2: Cek Trend

Trend bisa didapat dari halaman Fundachart di Stockbit. Untuk ICBP kita akan mengambil timeframe 5 tahun karena ICBP baru melakukan listing saham pada Oktober 2010, sehingga saat tulisan ini ditulis belum ada data selama 10 tahun. Gunakan metric berikut: Gross Profit Margin (Quarter)(%), Cash and cash equivalents, Book Value (Quarter).

Dalam 5 tahun terakhir:

  1. Apakah gross margin tumbuh? Ya.
  2. Apakah cash tumbuh? Tidak untuk setahun ke belakang, cuma ada kenaikan di quarter terakhir
  3. Apakah book value tumbuh? Ya.

Step 3: Proyeksi Harga di Masa Depan

Masih dengan menggunakan Fundachart dengan timeframe 5 tahun, gunakan metric berikut: Current EPS (TTM), Current PE Ratio (TTM).

Pertama mari kita tampilkan chart Current EPS (TTM) terlebih dahulu.

ICBP Current EPS (TTM)

Dari chart terlihat bahwa 5 tahun yang lalu EPS ICBP adalah 395.88, dan EPS saat ini adalah 416.69. Tapi ternyata di ICBP ini ada kasus khusus, jika kita lihat chart, tak lama setelah Juli 2016 ada penurunan drastis EPS. Jika ada penurunan tajam seperti ini, kemungkinan perusahaan melakukan stock split (menggandakan jumlah saham yang beredar sehingga menurunkan harga per lembarnya). Untuk mengkonfirmasi ini, bisa dengan googling apa yang terjadi di bulan tersebut atau melihat tab Corp. Action di Stockbit.

Ternyata benar ada stock split di Juli 2016

Untuk kasus stock split, kita mesti membagi EPS sebelum stock split dengan split factor untuk mendapat actual EPS-nya. Maka EPS 5 tahun lalu adalah 395.88/2 = 197.94.

Selanjutnya adalah mencari estimasi PER, dari chart Current PE Ratio (TTM) saya mengambil salah satu nilai terendah yaitu 23 untuk membuat estimasi pesimis.

ICBP Current PE Ratio (TTM)

Selanjutnya kamu hanya perlu untuk memasukkan nilai EPS 5 tahun lalu dengan estimasi PER ke Google Sheet untuk mendapatkan proyeksi harga pada 10 tahun yang akan datang yaitu Rp 42,472 atau potensial naik 266.93% dari harga saat ini (Rp 11,575).

Kolom abu-abu auto generated, tidak perlu diisi sendiri

Step 4: Putuskan

Akhirnya semua data sudah terkumpul di Google Sheet, sekarang saatnya untuk memutuskan apakah ICBP layak untuk dikoleksi. Semuanya kembali lagi kepada tujuan kamu. Apakah perusahaan dengan fundamental, valuasi, dan potential CAGR seperti ini adalah yang kamu cari.

Jika kamu memutuskan untuk membeli, selanjutnya yang sering menjadi pertimbangan adalah: di harga berapa saya harus beli? Sekali lagi ini tergantung dari keputusan kamu. Apakah membeli sekarang dengan harga 11,575 dan PER 28.2 untuk potential upside 266.93%, atau menunggu kemungkinan koreksi untuk masuk di harga yang kamu rasa lebih baik.

Demikianlah cara memilih saham yang bisa saya share. Mengetahui fundamental perusahaan dan mindset berinvestasi untuk jangka waktu panjang memberi saya ketenangan ketika menghadapi penurunan harga. Semoga tulisan ini dapat membantu kamu dalam meraih return investasi yang lebih baik.

--

--